Pernyataan Sikap For Mujeres terhadap Kekerasan Negara Terhadap Perempuan dalam Proyek NYIA, Kulonprogo

Sebuah video viral di media sosial: seorang petani perempuan berteriak-teriak mengamuk di tengah kepungan aparat berseragam coklat. Bu Wagirah, nama petani perempuan itu, ia mengamuk tanpa alasan, karena lahan pertanian dan pemukiman miliknya sedang dihancurkan di depan mata kepalanya sendiri oleh 12 alat berat di bawah arahan proyek New Yogyakarta International Airport (NYIA) (28/6). Namun para pasukan penghancur itu tak bergeming melihat amukan Bu Wagirah. Hasilnya semua tanaman pertanian yang sudah memasuki masa panen milik Bu Wagirah dan seluruh petani di dusun Sidorejo, desa Galih, kecamatan Temon, Kulonprogo, Jogja ludes habis tak bersisa.

Amukan Bu Wagirah menunjukkan sebuah konsistensi perjuangan para Warga Temon khususnya para petani perempuan Temon sejak 20 Januari 2011 hingga hari ini[1]. Rangkaian konflik dalam proses perampasan ruang hidup dan sumber daya alam juga berlangsung di berbagai daerah. Komnas Perempuan menyebut konflik ini sebagai kekerasan terhadap perempuan karena pembangunan infrastruktur dan penggusuran berdampak yang semakin memiskinkan dan merentankan perempuan dengan mencabut ruang hidupnya[2]. Prioritas pembangunan dan politik infrastruktur yang massif, impunitas dan supremasi korporasi, pengabaian hak masyarakat adat, pembangkangan hukum dan diskoneksi kebijakan pusat dan daerah merupakan beberapa penyebabnya.

Megaproyek bandara NYIA merupakan hasil kesepakatan dari pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT. Angkasa Pura I (PT. AP I) atau Angkasa Pura Airports bekerjasama dengan investor asal India, GVK Power & Infrastructure.

Pembangunan NYIA di DIY bertujuan tidak hanya untuk pembangunan bandara baru, melainkan untuk membangun kota bandara (aero city) sebagai pusat dari pertumbuhan ekonomi. Menurut publikasi terbuka Paguyuban Warga Penolak Penggusuran-Kulon Progo (PWPP-KP), kota bandara membutuhkan lahan besar. Artinya, PT Angkasa Pura I sebagai pemilik proyek NYIA tidak hanya membutuhkan 637 hektar untuk NYIA, melainkan 2000 hektar[3]. Hal ini berakibat akan semakin banyak penggusuran dan warga lokal yang terusir untuk kepentingan properti dan industri pemodal besar. Terdapat 11.501 jiwa di 637 hektare yang dirampas ruang hidupnya oleh pemerintah DIY beserta dukungan dari pemerintah pusat untuk bandara baru ini.

Mayoritas warga terdampak merupakan petani, nelayan, dan buruh. Dampak berat dialami oleh petani. Alih fungsi lahan yang luar biasa meluas mengakibatkan petani makin terhimpit. Padahal dunia pertanian tradisional sebagian besar dikelola bersama oleh lelaki dan perempuan, atau dalam segmen-segmen tertentu hanya oleh perempuan saja, sehingga secara tidak langsung proyek perampasan ruang hidup ini akan berimplikasi terhadap hidup perempuan[4].

For Mujeres dengan ini menyatakan secara terbuka dukungan dan solidaritas terhadap Petani Temon Kulonprogo dalam menolak proyek NYIA. For Mujeres juga menyerukan aksi langsung untuk membangun solidaritas, kekuatan dan gerakan bersama untuk menghadapi guna memperkuat perjuangan petani Temon, yang hingga sekarang, masih menghadapi alat berat yang beroperasi dibawah impunitas negara.

Catatan

1. Solidaritas AFFC untuk Petani Temon Kulon Progo | Anti Feminist Feminist Club https://antifeminist.noblogs.org/post/2018/06/29/solidaritas-affc-untuk-petani-temon-kulonprogo/

2. Catatan Tahunan (CATAHU) Kekerasan terhadap Perempuan | Komnas Perempuan 2018 https://www.komnasperempuan.go.id/read-news-catatan-tahunan-kekerasan-terhadap-perempuan-2018

3. Salinan Panggilan Solidaritas: Mendukung Perjuangan Petani Kulon Progo melawan Bandara dan Kota Bandara | PWPP-KP https://c2o-library.net/wp-content/uploads/2017/12/A-NYIA-1%2Bdukungan.pdf

4. Dokumen Resmi Proses dan Hasil Kongres Ulama Perempuan Indonesia https://mubaadalah.com/dokumen-resmi-proses-dan-hasil-kongres-ulama-perempuan-indonesia/